The Fault is Not Yours merupakan remake dari film Jepang 2009 berjudul Sayonara Ina Gakute. Kisahnya tentang seorang guru SMA bernama Min-jae (Kim Jae-cheol) yang ingin menjadi guru yang baik bagi murid-muridnya. Di sini dibagi menjadi 2 bagian, di masa lalu Min-jae dihadapkan dengan seorang murid bernama Joon-young (Yoon Chan-young). Joon Young merupakan anak yang kurang beruntung karena lahir dari keluarga miskin. Di masa sekarang, Min-jae dipertemukan dengan murid yang mirip dengan Joon-young, ia bernama Ji-geun. Kondisi mereka sama, sama-sama dari keluarga miskin dan dicitrakan sebagai murid yang tak memiliki masa depan karena background keluarganya. Min-jae harus berhasil menjadi teman dekat dan membantu muridnya untuk keluar dari kesulitan.
“Tak ada satupun
yang lahir karena pilihannya sendiri. Tetapi lebih seperti dilempar atau
diabaikan ke dunia ini oleh seseorang. Kita tidak bisa memilik orang tua,
lingkungan, penampilan atau kemampuan kita. Hanya beberapa saja yang dilahirkan
dengan kebahagiaan. Meskipun seperti itu tidak dapat menjamin masa depannya
akan ikut bahagia. Aku telah mencari seseorang yang mau menerima keberadaanku.
Aku bertemu banyak orang untuk merasakan rasa cinta. Dan, bekerja mati-matian
untuk menerimanya. Tapi anehnya, upayaku untuk menjadi orang baik dan penuh
kasih membuatku merasa kasihan. Usaha yang aku lakukan malah membuat orang lain
menghindar. Aku masih tidak bisa melupakan rasa kesepian yang pernah aku
rasakan. Karenanya, aku ingin bertemu dengan banyak anak yang merasa tidak
bahagia”
-
Min-jae
Joon-young hanya memiliki seorang ibu yang sudah tua.
Sehari-hari, ia bekerja di minimarket dan mencari makanan sisa dari kantin
sekolah. Ia mengalami depresi karena sering dibully sejak kecil, pelariannya hanya
pada bonding (ngelem) dan minum. Min-jae hamper saja meraih kepercayaan Joon-young,
namun karena kesalahpahaman, Joon-young merasa tak berharga lagi karena Min-jae
lebih memilih teman-temannya. Joon-young puny bunuh diri dengan menabrakan diri
di tengah jalan. Peristiwa ini menjadikan pukulan bagi Min-jae, dan ia berjanji
tidak akan membuat kesalahan lagi nantinya.
Waktu terus berjalan, di saat ini Min-jae masih mengajar di
SMA sebelumnya. Ia mendapat beberapa murid dari kelas menengah bawah yang susah
diatur. Ji-geun, anak tunggal dari ibu tunggal miskin yang masih gemar
gonta-ganti pacar. Yong-ju, anak buruh, ayahnya pemabuk berat. Dan, Hyeon-jeong
yang nyambi menjadi seorang host di luar sekolah. Masih ada 1 lagi yang sudah
berani menjadi mucikari PSK di bawah umur. Gila ngga sih? Tapi, emang ini efek
domino dari kemiskinan mereka dan minimnya perhatian orang tua. Btw, Ji-geun
punya perempuan yang ia suka, bernama Su-yeon, gadis dari daerah tempat tinggalnya,
ia punya otak cemerlang.
Ji-geun akan dihadapkan banyak kejadian sedih nantinya. Dari
pacarnya yang hamper diperkosa oleh temannya, hingga sahabat terbaiknya yang bunuh
diri karena sudah tak kuat menahan sakit dibully terus menerus.
“Bisakah aku
sekolah dengan tenang?”
Konfliknya sederhana tapi dalem banget. Rasanya kayak sakit
kalo ngeliat ketidakadilan yang mereka rasakan. Dibully karena miskin,
dikucilkan karena miskin, dipermainkan karena miskin, seberapabesar mereka
berusaha bangkit, tapi kesempatan itu sia-sia karena stigma miskin yang mereka
miliki.
“Jika tidak ada
tempat lagi bagi anak-anak untuk kembali, itu artinya tidak ada orang dewasa
yang akan mendengarkan mereka. Anak-anak yang tidak memiliki tempat untuk “pulang”,
mereka akan berkeliaran di jalanan, diam di sekolah. Kesalahan orang dewasa
karena tidak bisa merawat anak-anaknya. ”.
“Kenapa aku tidak
mengetahuinya?”
“Aku hanya perlu
lebih banyak menghabiskan waktu dengannya, bukan karena dia berharga, namun
karena saat ini ia ada “di tepi jurang””
“Anak-anak lebih
banyak mengalami kegagalan dibandingkan kesuksesan. Tetapi orang dewasa tidak
dapat menerima kegagalan tersebut. Karena mereka sendiri tidak dapat menerima
kegagalan di masa lalunya. Mereka tidak dapat menjelaskan mengapa mereka gagal.
Dengan mudah kita kehilangan harapan untuk anak-anak kita. Semua orang pernah
terluka begitu juga dengan anak-anak. Tapi
bukanlah yang tepat membiarkan mereka terkurung, ketika begitu banyak
kesempatan ada di mata kita. Anak-anak tidak akan putus harapan jika ada
seseorang yang mendengarkan mereka dan mengatakan pada mereka “tidak apa-apa
gagal, karena aku pun pernah mengalaminya”.”
“Dengan bertahan
hidup, anak-anak akan belajar caranya hidup dengan bertemu banyak orang yang
pada akhirnya mereka akan menemukan kebahagiaan. Benih apa pun dapat tumbuh
menjadi bunga yang indah dengan perhatian dan perjuangan. Hei Nak! Kalian tidak
gagal. Kami akan membantu kalian. Apapun yang akan kalian hadapi, kami akan
membantu kalian melewati.”
No comments:
Post a Comment